Senin, 12 Desember 2011

mtgw

Minggu, 11 Desember 2011




Senangnya diajak nonton MTGW sama si shandy, fajar, dan andryudha. Pengalaman baru buat gw, pengalaman yang bermanfaat.Awalnya gw ga tau dimana letaknya metro tv, ternyata didaerah kebun jeruk. Kita berangkat jam 9 pagi dari rumah gw. Dalam perjalanan kesana, kita konvoi 3 motor dan gw sama adhe selalu misah sendiri,hahahahah.Untungnya gw sama si adhe sama2 tau jalan jadi ga takut. hapir sejam perjalanan akhirnya sampai juga di metro tv. Disana sudah banyak orang-orang dr luar daerah yang antusias ikut MTGW. Tak berapa lama, tiba2 turun dari sebuah mobil mewah seseorang yang kehadirannya sudah sangat ditunggu. Pak Mario datang dengan menggandeng mesra tangan sang istri Ibu Lina yang terlihat amat cantik dengan dress dan tatanan rambut yang apik.Perasaan senang berampur aduk dengan perasaan bangga dan bahagia melihat kemesraan mereka. 2 jam berlalu, akhirnya kami dipersilahkan masuk ke dalam studio 3 dimana shooting MTGW berlangsung. Proses shooting pun berjalan lancar tapa terjadi kesalahan. Satu persatu pertanyaan dijawab oleh pak MArio dengan tanpa persiapan. Yaang membuat saya takjub ialah kemesraan antara suami istri yang tetap terjaga di usia pernikahan yang sudah cukup lama.Pak mario mencium kening sang istri dan memegang kedua tangan sang istri. Wooooouw semoga aku dapat suami yang semesra itu, amien..... meskipun tak mendapat kesempatan berfoto bareng dengan beliau, paling tidak saya dapat berfoto bareng sama mas hilbram dunar yang selalu tampak segar


Minggu, 04 Desember 2011

Hukum bersiwak saat berpuasa

Berpuasa seringkali menyisakan bau mulut yang kurang nyaman bila tercium oleh orang lain. Meskipun demikian, dalam sebuah hadits telah disebutkan bahwa bau mulut orang yang berpuasa bagaikan wangi misk di sisi Allah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”[1]

Untuk meminimalisir bau mulut, seringkali kita menyikat gigi dengan pasta gigi. Dalam kondisi berpuasa, apakah kita tetap boleh menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi? Apakah hal ini boleh disamakan dengan kebolehan bersiwak saat berpuasa? Mari kita kaji pembahasan ini bersama.
Hukum Bersiwak Saat Berpuasa
Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya tentang hukum bersiwak ketika sedang melakukan puasa Ramadhan. Beliau memaparkan, “Tidak diragukan lagi bahwa bersiwak merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dianjurkan. Bersiwak memiliki keutamaan yang besar. Terdapat berbagai riwayat shahih yang menunjukkan dianjurkannya bersiwak, dapat kita lihat pada perbuatan maupun perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengamalkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Hendaklah kita berusaha bersiwak, terlebih-lebih lagi pada saat diperlukan atau pada waktu yang disunnahkan untuk bersiwak, seperti sebelum berwudhu, ketika akan melaksanakan shalat, ketika hendak membaca al-Quran, ketika ingin menghilangkan bau mulut yang tak sedap, serta saat bangun tidur sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keadaan-keadaan tadi merupakan saat yang ditekankan untuk bersiwak. Dan asalnya, siwak itu disunnahkan di setiap waktu. Orang yang berpuasa pun dianjurkan untuk bersiwak sebagaimana orang yang tidak berpuasa. Pendapat yang tepat, bersiwak dibolehkan sepanjang waktu, dianjurkan untuk bersiwak di pagi hari maupun di sore hari.
Pendapat yang menyatakan tidak bolehnya bersiwak di sore hari sebenarnya bukan berasal dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, yang tepat terdapat beberapa perkataan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَا لاَ أُحْصِى يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak beberapa kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, meskipun saat itu beliau sedang berpuasa.”[2]
Oleh karena itu, bersiwak itu disunnahkan bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa. Namun dengan tetap menjaga agar jangan terlalu kasar (tergesa-gesa) ketika bersiwak karena bisa melukai mulut dan menyebabkan keluarnya darah, atau siwak bisa merusak sesuatu yang ada di mulut . Maka, wajib bagi orang yang terjadi semacam itu untuk mengeluarkan darah atau siwak tersebut dari mulutnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang bersiwak dengan perlahan-lahan.[3]

menurut pendapat lain
DIdalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” disebutkan bahwa para fuqaha telah bersepakat tidak mengapa seorang yang sedang berpuasa bersiwak di awal petang. Namun mereka berselisih dalam hal bersiwak setelah lewat tengah hari. (juz II hal 1213)
Dibagian lain didalam kitab yang sama disebutkan bahwa para ulama berselisih tentang hukum bersiwak bagi seorang yang berpuasa setelah lewat tengah hari.
Para ulama Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa tidak mengapa bagi seorang yang berpuasa bersiwak disepanjang siang baik sebelum maupun setelah lewat tengah hari berdasarkan berbagai hadits tentang keutamaan siwak.
Sedangkan pendapat para ulama Syafi’i yang masyhur serta Hambali adalah memkaruhkan bersiwak bagi seorang yang berpuasa setelah lewat tengah hari baik dengan menggunakan siwak kering atau basah berdasarlan hadits Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta'ala dari pada harumnya minyak misik.” Dan pada umumnya bau mulut itu baru akan muncul setelah lewat tengah hari. (juz II hal 8350)
Namun diantara tokoh-tokoh Syafiiyah ada yang tidak sependapat dengannya—Imam Syafi’i—seperti Imam Nawawi didalam kitabnya “al Majmu juz I hal 39” mengatakan,”Sesungguhnya yang menjadi pilihan adalah tidak makruh.” Ibnu Daqiq al ‘Id mengomentari pendapat Syafi’i dengan mengatakan,”Hal ini membutuhkan dalil khusus pada waktu seperti ini—setelah lewat tengah hari—yang mengkhususkan keumuman itu—yaitu hadits bau mulut orang berpuasa—karena itu, tidaklah makruh penggunaan siwak di bulan Ramadhan” (Fatawa al Azhar juz IX hal 264)
Jadi pendapat yang kuat dari kedua pendapat diatas adalah tidak dimakruhkan bagi seorang yang berpuasa bersiwak disepanjang siang hari ramadhan dengan syarat tidak ada sesuatu dari odol, air, darah atau sejenisnya yang tertelan kedalam perut.
DIdalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” disebutkan bahwa para fuqaha telah bersepakat tidak mengapa seorang yang sedang berpuasa bersiwak di awal petang. Namun mereka berselisih dalam hal bersiwak setelah lewat tengah hari. (juz II hal 1213)
Dibagian lain didalam kitab yang sama disebutkan bahwa para ulama berselisih tentang hukum bersiwak bagi seorang yang berpuasa setelah lewat tengah hari.
Para ulama Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa tidak mengapa bagi seorang yang berpuasa bersiwak disepanjang siang baik sebelum maupun setelah lewat tengah hari berdasarkan berbagai hadits tentang keutamaan siwak.
Sedangkan pendapat para ulama Syafi’i yang masyhur serta Hambali adalah memkaruhkan bersiwak bagi seorang yang berpuasa setelah lewat tengah hari baik dengan menggunakan siwak kering atau basah berdasarlan hadits Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta'ala dari pada harumnya minyak misik.” Dan pada umumnya bau mulut itu baru akan muncul setelah lewat tengah hari. (juz II hal 8350)
Namun diantara tokoh-tokoh Syafiiyah ada yang tidak sependapat dengannya—Imam Syafi’i—seperti Imam Nawawi didalam kitabnya “al Majmu juz I hal 39” mengatakan,”Sesungguhnya yang menjadi pilihan adalah tidak makruh.” Ibnu Daqiq al ‘Id mengomentari pendapat Syafi’i dengan mengatakan,”Hal ini membutuhkan dalil khusus pada waktu seperti ini—setelah lewat tengah hari—yang mengkhususkan keumuman itu—yaitu hadits bau mulut orang berpuasa—karena itu, tidaklah makruh penggunaan siwak di bulan Ramadhan” (Fatawa al Azhar juz IX hal 264)
Jadi pendapat yang kuat dari kedua pendapat diatas adalah tidak dimakruhkan bagi seorang yang berpuasa bersiwak disepanjang siang hari ramadhan dengan syarat tidak ada sesuatu dari odol, air, darah atau sejenisnya yang tertelan kedalam perut.

Jika Siwaknya Memiliki Rasa
Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, “Apakah bersiwak dengan siwak yang memiliki rasa membatalkan puasa?”
Syaikh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin menyampaikan jawaban, “Bersiwak boleh dilakukan saat berpuasa, dan hukumnya disunnahkan di setiap waktu. Banyak ulama yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Mereka berpendapat demikian karena bersiwak menyebabkan hilangnya bau mulut yang baunya di sisi Allah bagaikan wangi misk.
Para ulama yang meneliti lebih jauh menguatkan pendapat bahwa bersiwak saat berpuasa tidaklah makruh, bahkan dianjurkan untuk bersiwak di pagi dan sore hari.
Adapun jika siwak tersebut memiliki rasa, maka wajib bagi orang yang bersiwak untuk membuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan sapu tangan. Secara umum, sesungguhnya rasa itu hanya ada di kulit siwak dan tidak selamanya akan ada pada siwak tersebut. Adapun jika siwak tersebut berasa seperti rasa salah satu jenis sayuran atau yang semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah, maka wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air liurnya tadi, karena jika dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap rasanya maka puasanya batal. Wallahu a’lam.[4]
Dari fatwa beliau tersebut, dapat dipahami bahwa alasan tidak bolehnya menggunakan siwak yang memiliki rasa saat berpuasa adalah karena rasa dari siwak tersebut bisa terkecap oleh ludah dan akhirnya tertelan masuk ke tenggorokan. Padahal, telah kita ketahui bersama bahwa menelan makanan dan minuman ke dalam kerongkongan dengan sengaja termasuk salah satu pembatal puasa.
Dalam kitab Haqiqatush Shiyam, pada Pasal “Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan yang Tidak Membatalkan Puasa”, Syaihul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, “Pembatal-pembatal puasa ada yang berdasarkan nash dan ijma’ (kesepakatan para ulama), yaitu: makan, minum, dan berjima’ (hubungan intim dengan istri). Allah Ta’ala berfirman,
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
‘Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, serta makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam (yaitu fajar). Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai (datangnya) malam….’ (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menunjukkan bahwa di saat tidak puasa diizinkan untuk berhubungan intim dengan istri. Maka bisa dipahami bahwa puasa haruslah menahan diri dari berhubungan intim dengan istri, makan dan minum.”[5]
Hukum Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa
Dalam hal ini, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya, “Apakah seseorang yang berpuasa boleh menggunakan pasta gigi padahal dia sedang berpuasa di siang hari?”
Beliau menjawab, “Melakukan seperti itu tidaklah mengapa selama tetap menjaga sesuatu agar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana pula dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau sore harinya.” [6]
Pertanyaan yang serupa juga pernah disampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, “Apa hukum menggunakan pasta gigi bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadan?”
Beliau menjelaskan, “Penggunaan pasta gigi bagi orang yang sedang berpuasa tidaklah mengapa jika pasta gigi tersebut tidak sampai masuk ke dalam tubuhnya (tidak sampai ia telan, pen). Akan tetapi, yang lebih utama adalah tidak menggunakannya karena pada pasta gigi terdapat rasa yang begitu kuat yang bisa jadi masuk ke dalam perut seseorang tanpa dia sadari. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Laqith bin Shobroh,
بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali bila engkau sedang berpuasa.”[7]
Dengan demikian, yang lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa adalah tidak menggunakan pasta gigi. Waktu untuk menggunakan pasta gigi sebenarnya masih bisa di waktu lainnya. Jika orang yang berpuasa tersebut tidak menggunakan pasta gigi hingga waktu berbuka, maka berarti dia telah menjaga dirinya dari perkara yang dikhawatirkan merusak ibadah puasanya.”[8]
Kesimpulan
  • Bersiwak disunnahkan untuk dilakukan dalam keadaan apa pun, baik sedang berpuasa ataupun tidak.
  • Hukum menggunakan sikat gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak.
  • Hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak yang memiliki rasa.
  • Pada asalnya, hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi saat berpuasa adalah boleh. Namun untuk lebih berhati-hati dari tertelannya pasta gigi ke dalam kerongkongan, maka sebaiknya pasta gigi tidak digunakan ketika puasa, bisa ditunda setelah waktu berbuka tiba atau sebelum masuk waktu shubuh. Sebagai gantinya, ketika sedang berpuasa, sebaiknya menyikat gigi dilakukan tanpa memberikan pasta gigi pada sikat gigi. Wallahu a’lam.

[1] HR. Muslim no. 1151.
[2] HR. Tirmidzi no. 725 dan Ahmad 3/445. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.
[3] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 441, hlm. 492-493.
[4] Fatwa Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, nomor fatwa. 10774.
[5] Haqiqatush Shiyam, hlm. 10—11.
[6] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 444, hlm. 495.
[7] HR. Abu Daud no. 2366. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[8] Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 446, hlm. 496

sumber:
http://muslimah.or.id/fikih/menyikat-gigi-tanpa-pasta-gigi-saat-berpuasa.html
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-bersiwak.htm

Senin, 14 November 2011

tugas SPK

http://www.scribd.com/doc/72666291

fathiaSPK

Rabu, 01 Juni 2011

resensi novel cleo


Cleo, Kemarilah
Penulis: Fanny Jonathans Poyk


ISBN: 978-602-8556-09-5
Penerbit : Kakilangit Kencana
Ukuran :11,5 x 19 cm
Halaman: 194 hlm.
Harga: Rp 33.000,-
Bagaimana rasanya hidup dengan dihantui bisikan-bisikan yang menyeret kita ke dalam situasi mengerikan dan membuat ketakutan setiap saat? Barangkali inilah yang dirasakan oleh penderita Skizofrenia, yang merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Sehingga bisa menimbulkan gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.*

Dan sekarang novel yang berbicara mengenai Skizofrenia adalah yang berjudul Cleo, Kemarilah, karya Fanny Jonathans Poyk. Tokoh penderitanya bernama Cleo. Fanny memilih sudut pandang kisah yang dialami Cleo, sehingga nantinya pembaca diajak untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh Cleo. Kita diajak untuk tenggelam dalam bisikan-bisikan yang dilakukan oleh Deny (tokoh dalam benak Cleo).
Diceritakan Deny adalah seorang pemuda yang ditemuinya di sebuah toko buku terpencil di sudut kota. Awal perkenalannya terasa biasa saja sampai akhirnya Deny ditemukan tergeletak bersimbah darah di dalam toko buku tersebut dan terkuaklah sisi lain masa lalu Deny yang ternyata amat kelam. Kematian Deny yang terasa ganjil semakin terasa ganjil saat ternyata toko buku yang didatangi oleh Cleo tidak lebih adalah tanah pekuburan…
Teror Deny ternyata tidak berhenti menghantui kehidupan Cleo, hingga pada orang-orang yang ada di sekitarnya. Cleo yang pendiam dan cenderung lemah dan tidak memiliki banyak teman ternyata adalah salah satu alasan Deny ingin menguasainya. Ya, Deny ingin menguasai kehidupan Cleo hingga dalam hal sekecil-kecilnya, boleh dikata Deny adalah teroris posesif yang menghantui Cleo.
Masalah makin pelik tatkala satu persatu orang yang ada di sekitar Cleo, mati satu persatu, bagaimanakah nasib Cleo, dan bagaimana dia bisa melepaskan diri dari teror Deny?
Sesungguhnya, kisah ini sangat menarik. Sayangnya kurang tergarap dengan baik. Dan novel ini sebenarnya memiliki kans menjadi novel thriller serius dibanding hanya sekadar menjadi novel remaja biasa yang akan segera dilupakan begitu orang selesai membacanya. Kesan kurang serius itu ditambah pula dengan ilustrasi yang sebenarnya tidak perlu untuk novel seperti ini.
Akan lebih baik, jika Fanny sedikit melakukan riset pada penderita Skizofrenia sesungguhnya, menelisik kehidupannya,dokter yang menanganinya hingga dampaknya pada lingkungan dan orang-orang sekitarnya dan menuangkannya pada novel yang lebih tebal dan serius. Dengan dukungan referensi yang baik, novel ini pasti akan menjadi salah satu novel thriller yang nantinya mungkin sangat layak untuk dilayar lebarkan.
Dan cover juga yang konsepnya terkesan meniru film The Skeleton Key yang kemudian ditiru poster film Kala menambah deretan kekurangan novel ini. Sayang sekali.
Tapi mungkin Fanny memiliki pemikiran lain yang, karena novel ini ditujukan untuk pangsa remaja, jadi cerita dibuat seringan dan sedapat mungkin dipahami oleh kaum remaja tersebut.
Kutipan:
“Jangan ragu Cleo, ikut saja denganku…semua orang mencampakkanmu, kamu tidak berarti buat mereka. Kamu hanya berarti buatku..” (Deny; hal. 90)
“Kekasih abadi? Apa maksudmu? Aku bukan Sasha. Aku Cleo, Cleo yang kamu temui di toko buku itu!” (Cleo; hal. 107)
Cheers

-Fathia Safitri-
* Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Skizofrenia